Hari ini adalah hari yang jauh-jauh hari telah aku impikan tapi tanpa draft susunan rencana. Aku bertekad untuk nembak dia hari ini. Dengan gugup, penasaran, cinta yang bergelora, mulut yang bau selangkangan kebo’, dan sekilo kotoran yang nempel di mata aku bangun dari tempat peristirahatanku dan ku mulai hari ini.
~~J~~
Saat itu kami sedang ngumpul di rumah Yanti. Selepas dari masa UN (Ujian Nasional), suasana-suasana seperti ini jadi terasa sedikit berbeda. Terasa lebih hikmad. Mungkin penyebabnya adalah kerinduan akan masa-masa indah di sekolah sudah jarang dan sulit di dapat. Mungkin hampir sama langkanya seperti BBM saat ini. Hal yang sebenarnya tak lucu pun jadi terasa sangat nagakak. Contoh saat kedol kentut pas Yanti bawa’in minuman, semua pada ngakak yang gak wajar. Aku sendiri sangat bingung dengan mereka. Kenapa bisa tertawa selepas itu? Belum pernah aku ngeliat orang yang bisa sebahagia itu saat di kentutin. Seakan ada keriduan yang besar pada sebuah kentut murni yang berasal dari seputaran lingkaran lobang berbulu di bokong Kedol. Apa ini tanda-tanda akhir zaman?
Sekitar 7-10 menit tawa gara-gara kentut super Kedol itu baru berakhir. Tapi baunya baru hilang setelah SBY pensiun. Sebuah respon yang berlebihan tentunya. Hanya karena kentut, mereka cekikikan berdurasi 10 menit. Padahal kentut Kedol masih dalam kategori standart. Aku pun bisa kentut yang jauh lebih dahsyat dari itu. Dengan 7 aroma terapi lagi. Kalo aja kejadian itu diabadikan trus di upload ke youtube, aku yakin bisa ngalahin pamor Briptu Norman. Dunia sebentar lagi akan kiamat! Kentut akan jadi sesuatu yang berharga. Kalo biasanya bapak-bapak yang baru keluar dari Mall sehabis belanja ama anak bininye di samperin pengemis minta-minta,
`Huh, dasar pengemis! Dut, pret..!!’ si pengemis di kentutin dengan tragis.
Tapi sekarang, kejadiannya jadi beda. Kira-kira gini, bapak dan anak bini’nye keluar dari Mall, trus dateng pengemis minta-minta,
`Kasian pak! Kentutnya pak! Udah dua hari kagak di kentutin pak!’
Trus si bapak yang baru keluar belanja dari Mall ama istri dan anak-anaknya ngentutin tu bapak pengemis tepat pada wajah usangnya dengan profesional dan sangat manusiawi satu persatu secara bergantian. Tampak keikhlasan yang sangat mendalam di raut wajah si bapak dan anak istrinya. Sesaat setelah si bapak pengemis di kentutin, dia tersenyum merasa sangat bahagia seperti melayang-layang di surga. Mudah-mudahan kejadian itu tidak akan pernah beneran terjadi. Amin!
Setengah jam lamanya setelah tragedi kentut itu berlangsung, aku dapet sms dari Do’i :
`Bi, jemput yach! Udah ready nich!’
Hampir aja sesuatu yang jadi target utama hari ini terlupakan olehku. Untung aja saat kejadian itu, perempuan idaman ku belum ku sampek berada di tempat. Aku tak rela bila Ia merasakan sensasi kentut kedol. Akhirnya dengan hati yang berbinar-binar, aku sangat bersemangat untuk menjemputnya.
Sekitar 3 kilometer panjangnya jalanan aku susuri untuk sampai kerumahnya. Tapi di sepanjang jalan aku belum bisa berhenti melupakan sensasi kentut Kedol. Tak butuh waktu yang lama untuk sampai ke rumahnya. Di balik celah pintu yang tak terbuka sepenuhnya, samar tapi pasti dapat ku lihat dia muncul. Ia keluar dengan baju kaos santai (artinya bajunya gak ribet kayak misalnya bajunya berlampu dan ada wii fi-nya) berwarna putih dengan celana pendek berwarna cream. Dengan rambut lebat berwarna hitamnya yang di ikat ekor serigala, dia jadi terlihat sangat cantik dan dengan pasti mengisyaratkan siap berangkat. Dia awali melangkah keluar dari pintu rumah dengan senyum manis khas nya dan menatap mantap tepat ke arah ku tapi tak meninggalkan sipu malu sebagaimana seharusnya perempuan. Senyuman yang selalu bisa membuat aku tergagap di depan dia. Senyuman yang selalu bisa buat aku menarik napas yang panjang untuk bisa mendekati dia. Sedikit demi sedikit dia semakin mendekat. Aroma harum dengan cepat menyusup ke dalam hidung. Aku mengenal pasti baunya, ini bukan sensasi kentut Kedol! Aromanya sangat enak, berbeda jauh dengan sebuah kentut. Ini adalah aroma tubuhnya. Aroma parfume bercampur aroma tubuhnya (artinya parfume+ketek do’i) yang khas dan tak pernah berubah. Sesaat rasanya waktu seakan berhenti. Pohon jambu air yang tumbuh subur di halaman rumahnya tepat di belakangku seakan berubah jadi pohon sakura. Daunnya, bukan batangnya, berguguran dan jatuh berlambaian perlahan disekitarku secara perlahan. Seperti biasa, aku selalu lemas ketika telah berhadapan dengannya. Aku jadi merasa semakin jauh jatuh dalam cinta. Cinta.
`Ayo’ bi, berangkat!’, do’i mengawali sapa.
Aku tersentak dan berhenti mengaguminya sesaat. Aku pamitan dengan orang tuanya. Kami pun berangkat dengan bahagia. Dengan perasaan yang sejuk di dalam sukma. Aku berharap hari ini poros putaran bumi akan sedikit macet, agar hari berlalu sedikit lamban dari biasanya. Agar aku bisa merasakan bahagia ini sedikit lebih lama.
Aku mengendarai motor sederhana ini dengan kecepatan yang tak bisa di hitung dengan speedometer, tapi hanya dengan jari. Ya, aku berjalan dengan lambat seperti adegan slowmotion pada adengan film. Atau tayangan replay saat seorang pemain mencetak sebuah gol pada pertandingan sepak bola. Saking kelamaan jalan, pas aku sampek di rumah Yanti aku liat mereka udah terbungkus kain kafan. Dan adik si Yanti paling bontot yang tadinya belum punya bulu ketek, sekarang malah keteknya udah beruban.
`Lama kali klen balik? Jemput kerumah ato ke Aljazair?’ Yanti comment.
`Aku ini pria bertanggung jawab. Aku jalan dengan penuh hati-hati donk, biar pergi utuh, pulang pun utuh! Anak gadis orang ni say..!’ aku membela diri sekalian cari muka didepan do’i.
Do’i cuma senyum-senyum aja kearah ku. Aku pun membalas dengan senyum yang gak kalah manisnya. Oh God, i realy fallin’ in Love...!!!!
Ketawa di lanjutin mengiringi berjalannya waktu. Do’a ku tak terkabul hari ini. Waktu tak berjalan lambat. Dunia malah terasa berputar lebih cepat dari biasanya. Tak terasa jadwal jaga mentari telah habis, dan hampir berganti shift dengan rembulan. Semuanya bergegas pulang. Kedol bergegas kentut. Do’i bersiap untuk ku anter pulang. Setelah berpamitan dengan orang tua Yanti, kami pun berpencar. Ayu, Chintya, dan Deby langsung pulang kearah rumah. Pian, Aris, kedol, gepenk, dan Abib pergi ke jalan yang lurus. Yanti, bokap, nyokap, dan adiknya gak pergi kemana-mana (yaeyalah, rumahnya di sono). Aku sendiri akan menempuh 3 km lagi untuk nganter do’i pulang.
Aku menelusuri jalan yang sama dengan jalan saat menjemputnya tadi siang. Karena hujan sedikit gerimis, do’i jadi lebih memilih lebih banyak diam dan tidak secerewet biasanya. Dia hanya berlindung dari hujan di balik tubuhku yang tipis ini. Sedangkan aku sedang mengalami dilema dalam fikiran. Yang berputar-putar di otak kecil ini. Nembak. Tapi terasa sangat berat. Takut. Bukan takut di tolak, itu mah udah biasa. Takut aja nanti pas nembak, waktu aku bilang,
“Emmhh, sebenernya.. anu.. aku suka’ lo sama kamu”, aku nembak.
Do’i shock sejenak karena kaget lalu melajutkan ketawa’ “hahahahaha... Bibi, lucu de. Aku ucapin banyak terima kasih karena udah ngasi perhatian lebih ama aku. Tapi bi, masalahnya aku ini bukan reptil betina!”.
Tragis kan? Masak aku di anggep seekor kadal jantan! Hal itu yang bikin aku bingung dan berat buat nembak.
Aku nge-gas motor sangat lamban. Lebih lamban daripada saat berangkat tadi. Hal itu sengaja aku lakukan untuk mempersiapkan diri, menguatkan hati untuk mengucapkan kata-kata gombal yang tepat dan romantis. Jangan sampai di hari yang sakral ini gagal karena sifat lugas dan to the point ku sendiri gara-gara mengucapkan hal-hal yang gak penting. Kayak misalnya,
“Hey, kamu cantik. Aku sukak. Kita pacaran yuk!” aku nembak dengan pasang gaya Elfis Prasley.
Do’i jawab dengan gaya Lara Croft, “Ehh kuning telor, kow pikir kow tu sapa?”
“Bhibie..!!” aku jawab enteng.
“Gak da otak kow y!” hiiiyaaa.. PUUMM.. BRURK.. POOWW.. GUBRAKK...!!! Aku di pukul ampek pingsan. Trus di sekap, dan di siksa di sebuah ruangan yang tak berpenghuni di tengah hutan. Biar lebih menyiksa, do’i nikamin bagian perutku pakek sendok. Awalnya aku cuma ketawa-tawa aja kegelian. Tapi lama-kelamaan, perut jadi memerah, berbirat, luka, berdarah, bolong, sampek usus keluar. Serem kan?
Akhirnya tekadku bulat. Dengan segala kemampuanku aku pun nembak do’i.
“hmmmhh... Aku mau ngomong sesuatu!” aku mulai dengan ragu.
“Yaa, apa..??” do’i ngelanjutin.
“mmmhh... anu.. itu.. apa..” Gila’, aku nevous berat!
Do’i tampaknya telah menyadari suatu hari hal ini akan terjadi. Dia tampak telah sangat siap dan mengerti harus melakukan apa saat itu. Dengan memegang lembut pundakku, dan mengubah posisi duduknya dengan sedikit menarik sedikit kedepan lebih merapatkan diri ke tubuhku, tak lupa dia merapatkan kepalanya yang tadinya berlindung di belakang punggungku kini bertengger diatas pundakku membiarkan wajahnya di terpa gerimisnya hujan. Sesekali pipi kita bersentuhan karena di guncang motor yang bergoyang. Dengan enteng dia meringankan aku dengan ucapannya,
“Udah ngomomg aja. Gak papa kok!”
Oh God, apakah ini indikasi bahwa dia juga suka’ sama aku? Aku jadi lebih PeDe.
“Sebenernya aku suka’ sama kamu!” Aku shock sebentar.
“Mmm..???? Apa..???” Do’i minta aku ngulangin kalimat tadi dengan sedikit terkejut.
Mampussshh, aku tambah shock. Aku cuma diem. Sunyi.
“aku pengen kita jalan lebih dari kaya sekarang.” aku coba mulai lagi.
Sunyi lagi.
Aku liat rumah nya sudah tak jauh lagi. Gangnya sudah terlihat. Tinggal masuk gang, sekitar 500 meter kedalam gang, maka kami akan sampai ke rumahya. Jadi aku mendesak do’i agar dia segera memberi kejelasan. Tapi dia masih diam. Aku udah tertunduk pasrah. Saat mengangkat kepala, kami telah sampe’ kerumahnya. Dia turun dari motor sambil bilang, “Makasi ya Bi!” Itu saja. Aku bengong. Aku gagal. Aku tertunduk. Dia berlalu begitu saja tanpa memberi jawaban. Sekarang dia telah memunggungiku dan berjalan masuk kerumah. Aku telah habis. Ku putar arah motor hendak pulang dengan kekecewaan dengan tetap melihat harapan kearahnya. Sekitar lima langkah do’i telah berjalan, tiba-tiba aku liat dia berhenti begitu saja. Aku berhenti. Perlahan dia membalikkan badannya kearahku.
“Bi, masalah yang tadi, nanti aku kabarin jawabannya ya!” do’i berkata singkat.
Dia melemparkan senyum itu lagi kearahku sebelum kembali berjalan dan meninggalkan aku masuk kedalam rumahnya. Aku pun membalas dengan senyum terindah yang aku punya. Yup, dia berhasil menjebak aku. dia berhasil membuat aku penasaran.
~~©J©~~
Perempuan memang makhluk paling buas sedunia. Kok bisa-bisanya aku suka ama makhluk yang paling buas di dunia. Dengan sebuah kata saja sudah cukup membuat aku seperti orang yang OD karena drugs. Aku guling-guling di kamar nungguin kabar dari do’i. Saking sakaunya, aku merayap-rayap di kolong kasur ala militer biar gak gugup dan nurunin rasa penaaran. Denger ada ribut di lante atas (tepatnya di kamarku), emak dateng kekamar sambil nge-rap. Sekerdar informasi, Emakku itu jago nge-rap loh. Lebih tepatnya, jago nge-rap+et. Lebih spesifiknya lagi Emak ku jago NGEREPET.
Trrrrr...grrrrrr....ngiiiiiinnnggggg....cluttt..cluttt...wuuussshhhh....
Aku di repetin secara bertubi-tubi, aku sih cuma diem aja. Kalo aku ngomong sedikit aja, bisa tambah parah. Soalnya Emak itu paling ahli dalam hal nge-rap. Sekali Emak nge-rap satu provinsi bisa denger. Ini gak bisa di biarin, kalo di biarin lebih lama bisa-bisa bapak gubernur yang terhormat bisa datengin rumah ku memprotes Emak yang telah mengganggu kenyamanan dan ketentraman masyarakat Provinsi Sumatera Utara. Yaudah, demi kenyamanan bersama, aku pun ninggalin emak dengan alasan mau mandi. Finally, aku mandi, Emak berenti merepet, bapak gubernur SUMUT yang terhormat enggak jadi datengin rumahku.
Selesai mandi, hal yang pertama aku kejar adalah hape. Aku lari-larian dari kamar mandi, langsung ngambil hape. Aku lirik hape, “1 massage. Wah, apa itu dari do’i?” Aku buka pelan-pelan. Ternyata emank do’i. Mampuss, aku jadi tambah demam panggung bertanya-tanya kira-kira jawaban “YA” atau jawaban “TIDAK” yang aku terima? Aku narik napas panjang, sekitar 30 menit. Setelah itu aku meninggal kekurangan oksigen. Alaaahh, masak ending nya jelek amat. Oke, kita ralat. Aku narik nafas panjang, aku buang pelan-pelan melalui dubur. Hemmmhh.. Kedengerannya masih blo’on ya! Kita ralat sedikit lagi. Aku narik nafas panjang, ku buang pelan-pelan, dan mulai ku baca.
Bi, aku juga sayang ama bibi.
Aku rasa, kalimat itu udah cukup untuk mewakilkan jawaban aku.
Oya, besok temenin aku nyari barang ya!
Sekalian first datenya kita!
Besok jemput aku jam 4 sore yach!
I love You..©
Yuuuhhhhhhuuuuuuuuuuu...........!!!!!!!
Yeaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhh........!!!!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar